KONSERVASI TANAH DAN AIR
I. PENDAHULUAN
Ketergantungan
manusia terhadap sumberdaya tanah terus meningkat. Hal ini menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan penduduk terhadap lingkungan tanpa memperhatikan
kemampuan lingkungan. Keadaan ini akan
mendorong kemerosotan sumberdaya tanah baik mutu maupun jumlahnya.
Kerusakan sifat fisik tanah, baik yang
disebabkan oleh proses erosi maupun pengolahan tanah yang intensif seringkali
menjadi penyebab terjadinya penurunan produktivitas lahan. Pada dasarnya ada
tiga proses penyebab erosi yaitu pelepasan (detachment) partikel tanah,
pengangkutan (transportation), dan pengendapan (sedimentation).
Erosi menyebabkan hilangnya tanah lapisan atas (top soil) dan unsur hara
yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman.
Subagyono dkk (2003) menyebutkan bahwa
erosi yang disebabkan oleh air hujan merupakan penyebab utama degradasi lahan
di daerah tropis termasuk Indonesia. Tanah-tanah di daerah berlereng mempunyai
resiko tererosi yang lebih besar daripada tanah di daerah datar. Selain tidak
stabil akibat pengaruh kemiringan, air hujan yang jatuh akan terusmenerus
memukul permukaan tanah sehingga memperbesar resiko erosi.
Lebih lanjut Subagyono dkk (2003) mengungkapkan bahwa pencegahan dengan teknik konservasi yang tepat sangat diperlukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor penyebab erosi. Teknik konservasi dibedakan menjadi tiga yaitu: (a) vegetatif; (b) mekanik; dan (c) kimia. Teknik mekanik umumnya mahal, sehingga teknik vegetatif berpotensi untuk lebih diterima oleh masyarakat karena mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan teknik konservasi tanah lainnya, antara lain karena penerapannya relatif mudah, biaya yang dibutuhkan relatif murah, mampu menyediakan tambahan hara bagi tanaman, menghasilkan hijauan pakan ternak, kayu, buah maupun hasil tanaman lainnya.
II. KONSERVASI TANAH
2.1.
Definisi
Istilah tanah sering disama artikan dengan lahan. Tanah
menurut Arsyad (2000) merupakan suatu benda alami heterogen yang terdiri atas
komponen-komponen padat, cair dan gas dan mempunyai sifat serta perilaku yang
dinamik. Sitorus (2000) juga menyebutkan bahwa tanah merupakan suatu benda alami, bagian dari
permukaan bumi yang ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan
dan sebagai hasil kerja faktor iklim dan jasad hidup (organisme) terhadap bahan
induk yang dipengaruhi oleh keadaan topografi dalam jangka waktu tertentu.
Lahan
merupakan lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan
vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
penggunaan tanah (Sitorus, 2000). Lahan sendiri menurut Rafi’i (1985) merupakan
permukaan daratan dengan benda-benda padat, cair bahkan gas. Berdasarkan
definisi dari tanah dan lahan dapat disimpulkan bahwa tanah berbeda dengan
lahan, karena tanah merupakan bagian dari lahan.
Konservasi
tanah secara luas berarti penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan
yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan
syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah, sedangkan
dalam arti sempit, sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan
memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi (Arsyad, 2006). Konservasi tanah
bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas lahan secara maksimal, memperbaiki lahan yang rusak/kritis, dan
melakukan upaya pencegahan kerusakan
tanah akibat erosi.
2.2.
Teknik Konservasi Tanah
Teknik konservasi tanah di Indonesia
diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap
pukulan butirbutir hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti
pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi
laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara terhanyut
(Agus et al. dalam Subagyono dkk, 2003). Lebih lanjut Subagyono dkk
(2003) menyebutkan bahwa terdapat tiga teknik konservasi tanah yaitu:
a.
Teknik konservasi tanah secara vegetatif
adalah setiap pemanfaatan tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media
pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran permukaan, peningkatan
kandungan lengas tanah, serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat fisik,
kimia maupun biologi.
b.
Teknik konservasi tanah secara mekanis
atau disebut juga sipil teknis adalah upaya menciptakan fisik lahan atau
merekayasa bidang olah lahan pertanian hingga sesuai dengan prinsip konservasi
tanah sekaligus konservasi air. Teknik ini meliputi: guludan, pembuatan teras gulud,
teras bangku, teras individu, teras kredit, pematang kontur, teras kebun,
barisan batu, dan teras batu. Khusus untuk tujuan pemanenan air, teknik
konservasi secara mekanis meliputi pembuatan bangunan resapan air, rorak, dan
embung (Agus et al. dalam Subagyono dkk, 2003).
c.
Teknik konservasi tanah secara kimiawi
adalah setiap penggunaan bahan-bahan kimia baik organik maupun anorganik, yang
bertujuan untuk memperbaiki sifat tanah dan menekan laju erosi. Teknik ini
jarang digunakan petani terutama karena keterbatasan modal, sulit pengadaannya
serta hasilnya tidak jauh beda dengan penggunaan bahan-bahan alami. Bahan
kimiawi yang termasuk dalam kategori ini adalah pembenah tanah (soil
conditioner) seperti polyvinil alcohol (PVA), urethanised (PVAu),
sodium polyacrylate (SPA), polyacrilamide (PAM), vinylacetate
maleic acid (VAMA) copolymer, polyurethane, polybutadiene (BUT),
polysiloxane, natural rubber latex, dan asphalt (bitumen).
Bahan-bahan ini diaplikasikan ke tanah dengan tujuan untuk memperbaiki struktur
tanah melalui peningkatan stabilitas agregat tanah, sehingga tahan terhadap
erosi.
III. KONSERVASI TANAH SECARA VEGETATIF
A.
Pengertian
Metode vegetatif yaitu metode konservasi
tanah dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti tanaman penutup tanah,
tanaman penguat teras, penanaman dalam strip, pergiliran tanaman, serta
penggunaan pupuk organik dan mulsa. Arsyad (2006) menyebutkan bahwa konservasi
tanah secara vegetatif merupakan penggunaan tanaman atau bagian-bagian tanaman
atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butir hujan yang jatuh,
mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi
erosi tanah.
Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat
menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat
memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan
memperbesar granulasi tanah, penutupan lahan oleh seresah dan tajuk yang akan
mengurangi evaporasi dan dapat meningkatkan aktifitas
mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah sehingga
memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.
Efektivitas tanaman dalam mengurangi erosi dan aliran permukaan dipengaruhi
oleh tinggi tanaman dan kontiniutas daun, kepadatan tanaman, dan sistem
perakaran tanaman.
B.
Jenis-jenis Konservasi Tanah Secara Vegetatif
1.
Penghutanan
Kembali (reforestation)
Penghutanan kembali (reforestation) secara umum dimaksudkan untuk mengembalikan dan memperbaiki kondisi ekologi dan hidrologi suatu wilayah dengan tanaman pohon-pohonan. Penghutanan kembali juga berpotensi untuk peningkatan kadar bahan organik tanah dari serasah yang jauh di permukaan tanah dan sangat mendukung kesuburan tanah. Penghutanan kembali biasanya dilakukan pada lahan-lahan kritis yang diakibatkan oleh bencana alam misalnya kebakaran, erosi, abrasi, tanah longsor, dan aktivitas manusia seperti pertambangan, perladangan berpindah, dan penebangan hutan.
Penghutanan
kembali dengan maksud untuk mengembalikan fungsi tata air, efektif dilakukan
pada lahan dengan kedalaman tanah >3 m. Tanah dengan kedalaman <3 m
mempunyai aliran permukaan yang cukup tinggi karena keterbatasan kapasitas
tanah dalam menyimpan air (Agus et al. dalam Subagyono dkk, 2003).
Departemen Kehutanan (2004) menyebutkan tentang beberapa persyaratan tanaman
untuk penghutanan kembali, yaitu:
Perakaran
Mempunyai perakaran yang dalam, akar
serabut panjang dan rapat, sehingga merupakan sistem perakaran intensif
Pertumbuhan
Mempunyai pertumbuhan cepat, sehingga
dapat menutup tanah dengan cepat dan mengurangi bahaya erosi yang terjadi,
bersifat pionir dalam artian tidak banyak meminta syarat dari tanah dan
kemampuan memperbaiki tanah
Evapotranspirasi
Untuk daerah dengan curah hujan yang
tinggi dipilih jenis-jenis yang mempunyai sifat evapotranspirasi yang besar,
sedangkan untuk daerah dengan curah hujan lebih rendah dipilih jenis-jenis
dengan sifat evapotranspirasi sedang atau kecil
Ekonomi
Diusahakan jenis-jenis yang mempunyai
prospek ekonomi di kemudian hari
Penyuburan tanah
Untuk mempertahankan dan mengembangkan
kondisi tanah dipilih jenis-jenis yang dapat meningkatkan/memperbaiki kesuburan
tanah secara langsung atau tidak langsung
2.
Wanatani (agroforestry)
Wanatani (agroforestry) adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah yang menggabungkan antara tanaman pohonpohonan, atau tanaman tahunan dengan tanaman komoditas lain yang ditanam secara bersama-sama ataupun bergantian.
Penggunaan
tanaman tahunan mampu mengurangi erosi lebih baik daripada tanaman komoditas
pertanian khususnya tanaman semusim. Tanaman tahunan mempunyai luas penutupan
daun yang relatif lebih besar dalam menahan energi kinetik air hujan, sehingga
air yang sampai ke tanah dalam bentuk aliran batang (stemflow) dan
aliran tembus (throughfall) tidak menghasilkan dampak erosi yang begitu
besar. Sedangkan tanaman semusim mampu memberikan efek penutupan dan
perlindungan tanah yang baik dari butiran hujan yang mempunyai energi perusak.
Penggabungan keduanya diharapkan dapat memberi keuntungan ganda baik dari
tanaman tahunan maupun dari tanaman semusim.
Tanaman
semusim memerlukan pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman yang lebih
intensif dibandingkan dengan tanaman tahunan. Pengolahan tanah pada tanaman
semusim biasanya dilakukan dengan cara mencangkul, mengaduk tanah, maupun cara
lain yang mengakibatkan hancurnya agregat tanah, sehingga tanah mudah tererosi.
Semakin besar kelerengan suatu lahan, maka risiko erosi akibat pengolahan tanah
juga semakin besar. Penanaman tanaman tahunan tidak memerlukan pengolahan tanah
secara intensif. Perakaran yang dalam dan penutupan tanah yang rapat mampu
melindungi tanah dari erosi.
Tanaman
tahunan yang dipilih sebaiknya dari jenis yang dapat memberikan nilai tambah
bagi petani dari hasil buah maupunkayunya. Selain dapat menghasilkan keuntungan
dengan lebih cepat dan lebih besar, wanatani ini juga merupakan sistem yang
sangat baik dalam mencegah erosi tanah. Pada Gambar 1 disajikan hubungan
proporsi tanaman tahunan dan semusim yang ideal pada lereng yang berbeda pada
sistem wanatani. Secara umum proporsi tanaman tahunan makin banyak pada lereng
yang semakin curam demikian juga sebaliknya.
Gambar 1. Acuan umum proporsi tanaman
pada kemiringan lahan
yang berbeda (P3HTA dalam Subagyono dkk, 2003)
3.
Pertanaman
Sela
Pertanaman
sela adalah pertanaman campuran antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim.
Sistem ini banyak dijumpai di daerah hutan atau kebun yang dekat dengan lokasi
permukiman. Pertanaman sela bertujuan untuk meningkatkan intersepsi dan
intensitas penutupan permukaan tanah terhadap terpaan butir-butir air hujan
secara langsung sehingga memperkecil risiko tererosi.
Di beberapa wilayah hutan jati daerah Jawa Tengah, ketika pohon jati masih pendek dan belum terbentuk kanopi, sebagian lahannya ditanami dengan tanaman semusim berupa jagung, padi gogo, kedelai, kacang-kacangan, dan empon-empon seperti jahe (Zingiber officinale), temulawak (Curcuma xanthorrizha), kencur (Kaemtoria galanga), kunir (Curcuma longa), dan laos (Alpinia galanga). Pilihan teknik konservasi ini sangat baik untuk diterapkan oleh petani karena mampu memberikan nilai tambah bagi petani, mempertinggi intensitas penutupan lahan, membantu perawatan tanaman tahunan dan melindungi dari erosi.
Penanaman
tanaman semusim bisa berkali-kali tergantung dari pertumbuhan tanaman tahunan.
Sebagai tanaman pupuk hijau sebaiknya dipilih dari tanaman legum seperti Leucaena
leucocephala, Glyricidia sepium, Cajanus cajan, Tephrosia
candida, dan lain sebagainya. Jarak antara tanaman semusim dengan tanaman
tahunan secara periodik dilebarkan (lahan tanaman semusim semakin sempit) dengan
maksud untuk mencegah kompetisi hara, pengaruh allelopati dari tanaman tahunan,
dan kontak penyakit.
Gambar 2. Pertanaman sela antara
kaliandra dan jagung
4.
Pertanaman
Lorong
Sistem
pertanaman lorong atau alley cropping adalah suatu sistem dimana tanaman
pagar pengontrol erosi berupa barisan tanaman yang ditanam rapat mengikuti
garis kontur, sehingga membentuk lorong-lorong dan tanaman semusim berada di
antara tanaman pagar tersebut. Barisan tanaman pagar yang rapat diharapkan
dapat menahan aliran permukaan serta erosi yang terjadi pada areal tanaman
budidaya, sedangkan akarnya yang dalam dapat menyerap unsur hara dari lapisan
tanah yang lebih dalam untuk kemudian dikembalikan ke permukaan melalui
pengembalian sisa tanaman hasil pangkasan tanaman pagar.
Gambar 3. Pertanaman Lorong
5.
Talun Hutan
Rakyat
Talun
adalah lahan di luar wilayah permukiman penduduk yang ditanami tanaman tahunan
yang dapat diambil kayu maupun buahnya. Sistem ini tidak memerlukan perawatan
intensif dan hanya dibiarkan begitu saja sampai saatnya panen. Karena tumbuh
sendiri secara spontan, maka jarak tanam sering tidak seragam, jenis tanaman
sangat beragam dan kondisi umum lahan seperti hutan alami. Ditinjau dari segi
konservasi tanah, talun hutan rakyat dengan kanopi yang rapat dapat mencegah
erosi secara maksimal juga secara umum mempunyai fungsi seperti hutan.
6.
Kebun
Campuran
Berbeda
dengan talun hutan rakyat, kebun campuran lebih banyak dirawat. Tanaman yang
ditanam adalah tanaman tahunan yang dimanfaatkan hasil buah, daun, dan kayunya.
Kadang-kadang juga ditanam dengan tanaman semusim. Apabila proporsi tanaman
semusim lebih besar daripada tanaman tahunan, maka lahan tersebut disebut
tegalan. Kebun campuran ini mampu mencegah erosi dengan baik karena kondisi
penutupan tanah yang rapat sehingga butiran air hujan tidak langsung mengenai
permukaan tanah. Kerapatan tanaman juga mampu mengurangi laju aliran permukaan.
Hasil tanaman lain di luar tanaman semusim mampu mengurangi risiko akibat gagal
panen dan meningkatkan nilai tambah bagi petani.
7.
Pekarangan
Pekarangan adalah kebun di sekitar rumah dengan berbagai jenis tanaman baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Lahan tersebut mempunyai manfaat tambahan bagi keluarga petani, dan secara umum merupakan gambaran kemampuan suatu keluarga dalam mendayagunakan potensi lahan secara optimal. Tanaman yang umumnya ditanam di lahan pekarangan petani adalah ubi kayu, sayuran, tanaman buah-buahan seperti tomat, pepaya, tanaman obat-obatan seperti kunyit, temulawak, dan tanaman lain yang umumnya bersifat subsisten.
8.
Tanaman
Pelindung
Tanaman
pelindung adalah tanaman tahunan yang ditanam di sela-sela tanaman pokok
tahunan. Tanaman pelindung ini dimaksudkan untuk mengurangi intensitas
penyinaran matahari, dan dapat melindungi tanaman pokok dari bahaya erosi
terutama ketika tanaman pokok masih muda. Tajuk tanaman yang bertingkat
menyebabkan sistem ini menyerupai hutan, yang mana hanya sebagian kecil air
yanglangsung me nerpa permukaan tanah. Produksi serasah yang banyak juga
menjadi keuntungan tersendiri dari sistem ini.
9.
Silvipastura
Sistem
silvipastura sebenarnya adalah bentuk lain dari sistem tumpang sari, tetapi
yang ditanam di sela-sela tanaman tahunan bukan tanaman pangan melainkan
tanaman pakan ternak seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput
raja (Penniseitum purpoides), dan lain-lain. Silvipastura umumnya
berkembang di daerah yang mempunyai banyak hewan ruminansia. Hasil kotoran
hewan ternak tersebut dapat dipergunakan sebagai pupuk kandang, sementara hasil
hijauannya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Sistem ini dapat
dipakai untuk mengembangkan peternakan sebagai komoditas unggulan di suatu
daerah.
10. Pagar Hidup
Gambar 4. Pagar Hidup
11.
Strip Rumput
Teknik
konservasi dengan strip rumput (grass strip) biasanya menggunakan rumput
yang didatangkan dari luar areal lahan, yang dikelola dan sengaja ditanam
secara strip menurut garis kontur untuk mengurangi aliran permukaan dan sebagai
sumber pakan ternak. Strip rumput dibuat
mengikuti kontur dengan lebar strip 0,5 meter atau lebih. Semakin lebar strip
semakin efektif mengendalikan erosi. Sistem ini dapat diintegrasikan dengan
ternak. Penanaman rumput pakan ternak di dalam jalur strip. Penanaman dilakukan
menurut garis kontur dengan letak penanaman dibuat selang seling agar rumput
dapat tumbuh baik dan usahakan penanaman dilakukan pada awal musim hujan.
Selain itu tempat jalur rumput sebaiknya di tengah antara barisan tanaman
pokok.
Gambar 5. Strip rumput gajah (Pennisetum purpureum) sebagai tanaman
penguat
12.
Mulsa
Mulsa
adalah bahan-bahan (sisa tanaman, serasah, sampah, plastik atau bahan-bahan
lain) yang disebar atau menutup permukaan tanah untuk melindungi tanah dari
kehilangan air melalui evaporasi. Mulsa
juga dapat dimanfaatkan untuk melindungi permukan tanah dari pukulan langsung
butiran hujan sehingga mengurangi terjadinya erosi percik (splash erosion),
selain mengurangi laju dan volume limpasan permukaan (Suwardjo dalam Subagyono
dkk, 2003). Bahan mulsa yang sudah melapuk akan menambah kandungan bahan organik
tanah dan hara. Mulsa mampu menjaga stabilitas suhu tanah pada kondisi yang
baik untuk aktivitas mikroorganisma. Secara
umum mulsa berperan dalam perbaikan sifat fisik tanah. Pemanfaatan mulsa di
lahan pertanian juga dimaksudkan untuk menekan pertumbuhan gulma.
Gambar 6. Mulsa jerami
13.
Sistem Penanaman Menurut Strip
Penanaman
menurut strip (strip cropping) adalah sistem pertanaman, dimana dalam
satu bidang lahan ditanami tanaman dengan jarak tanam tertentu dan
berselang-seling dengan jenis tanaman lainnya searah kontur. Misalnya penanaman
jagung dalam satu strip searah kontur dengan lebar strip 3-5 m atau 5-10 m
tergantung kemiringan lahan, di lereng bawahnya ditanam kacang tanah dengan
sistem sama dengan penanaman jagung, strip rumput atau tanaman penutup tanah
yang lain.
Sistem
ini biasa diterapkan di daerah dengan topografi berbukit sampai bergunung dan
biasanya dikombinasikan dengan teknik konservasi lain seperti tanaman pagar,
saluran pembuangan air, dan lain-lain. Penanaman menurut strip merupakan usaha
pengaturan tanaman sehingga tidak memerlukan modal yang besar.
14.
Tanaman Penutup Tanah
Gambar 9. Tanamanpenutup tanah
15.
Penerapan
Pola Tanam
Pola
tanam adalah sistem pengaturan waktu tanam dan jenis tanaman sesuai dengan
iklim, kesesuaian tanah dengan jenis tanaman, luas lahan, ketersediaan tenaga,
modal, dan pemasaran. Pola tanam berfungsi meningkatkan intensitas penutupan
tanah dan mengurangi terjadinya erosi. Pemilihan pola tanam yang tepat dapat
meningkatkan keuntungan bagi petani dan meningkatkan penutupan tanah sehingga
erosi dapat dikurangi.
16.
Pergiliran
Tanaman
Pergiliran
tanaman (crop rotation) adalah sistem bercocok tanam dimana sebidang
lahan ditanami dengan beberapa jenis tanaman secara bergantian. Tujuan utama
dari sistem ini adalah untuk memutuskan siklus hama dan penyakit tanaman dan
untuk meragamkan hasil tanaman. Pergantian tanaman ada yang dilakukan secara
intensif dimana setelah panen tanaman pertama kemudian langsung ditanami
tanaman kedua dan ada pula yang dibatasi periode bera. Daerah yang memiliki
musim kering (MK) <4 bulan sangat baik untuk menerapkan sistem ini.
Dari
segi konservasi tanah, pergiliran tanaman memberikan peluang untuk
mempertahankan penutupan tanah, karena tanaman kedua ditanam setelah tanaman
pertama dipanen. Demikian seterusnya, sehingga sepanjang tahun intensitas
penutupan tanah senantiasa dipertahankan. Kondisi ini akan mengurangi risiko
tanah
tererosi
akibat terpaan butir-butir air hujan dan aliran permukaan.
17.
Tumpang sari
Tumpang sari (intercropping) adalah sistem bercocok tanam dengan menggunakan dua atau lebih jenis tanaman yang ditanam serentak/bersamaan pada sebidang tanah. Sistem tumpang sari sebagian besar dikelola pada pertanian lahan kering yang hanya menggantungkan air hujan sebagai sumber air utama. Sistem tumpang sari adalah salah satu usaha konservasi tanah yang efektif dalam memanfaatkan luas lahan.
Tanaman
yang ditanam dapat berupa jagung dengan kacang tanah, jagung dengan kedelai,
dan sebagainya. Tanaman tersebut dapat berupa tanaman penambat nitrogen,
berperakaran dalam maupun dangkal yang pada prinsipnya saling menguntungkan.
Hasil ganda yang diperoleh dalam satu luasan lahan dapat meningkatkan pendapatan petani. Setelah tanaman dalam tumpang sari tersebut dipanen sebaiknya tanah langsung ditanami dengan tanaman pangan lain ataupun tanaman penutup tanah yang mampu tumbuh cepat untuk melindungi tanah, sehingga erosi dapat dikurangi.
IV. MANFAAT KONSERVASI TANAH SECARA VEGETATIF
Konservasi tanah secara vegetatif merupakan segala bentuk pemanfaatan tanaman ataupun
sisa-sisa tanaman untuk mengurangi erosi. Manfaat konservasi
tanah secara vegetatif yaitu:
1.
Tanaman ataupun
sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya
pukulan butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff),
serta meningkatkan
peresapan air ke dalam tanah.
2.
Kanopi berfungsi
menahan laju butiran air hujan dan mengurangi
tenaga kinetik butiran air dan pelepasan partikel tanah sehingga pukulan
butiran air dapat dikurangi.
3.
Batang tanaman juga menjadi penahan
erosi air hujan dengan cara merembeskan aliran air dari tajuk melewati batang (stemflow)
menuju permukaan tanah sehingga energi kinetiknya jauh berkurang. Batang
juga berfungsi memecah dan menahan laju aliran permukaan.
4.
perakaran mampu
memperbaiki kondisi sifat tanah yang disebabkan oleh penetrasi akar ke
dalam tanah, menciptakan habitat yang baik bagi organisme dalam tanah, sebagai
sumber bahan organik bagi tanah dan memperkuat daya cengkeram terhadap tanah.
Perakaran tanaman juga
membantu mengurangi air tanah yang jenuh oleh air
hujan, memantapkan agregasi tanah sehingga lebih mendukung pertumbuhan tanaman
dan mencegah erosi, sehingga tanah tidak mudah hanyut akibat aliran permukaan,
meningkatkan infiltrasi, dan kapasitas memegang air.
V. KESIMPULAN
1.
Konservasi tanah secara vegetatif
mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan teknik konservasi tanah secara mekanis maupun kimia, antara lain
karena penerapannya relatif mudah, biaya yang
dibutuhkan relatif murah, mampu menyediakan tambahan hara bagi tanaman,
menghasilkan hijauan pakan ternak, kayu, buah maupun hasil tanaman lainnya.
2.
Tidak semua teknik konservasi akan
diterapkan oleh petani di lahannya. Petani akan menerapkan teknik konservasi
sesuai dengan kemampuan
dan kemauan petani itu sendiri serta dengan
mempertimbangkan lingkungan, iklim, kemampuan modal, pemasaran, kemudahan dalam
mendapatkan bahan tanaman, dan keuntungannya.
Mengesahkan, Watansoppeng, Juli 2022 Kepala UPT KPH Walanae Penyusun,
ADIL
WELLO, S.Hut.,M.H MARIANA,
S.Hut
NIP.
19760525 200502 1 002 NIP.
19690719 200604 2 012
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad,
S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Ketiga. IPB Press. Bogor
2006. Konservasi
Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Departemen Kehutanan, 2004. Buku Pintar
Penyuluhan Kehutanan. Edisi Ketiga. Sekretariat Jenderal Pusat Bina Penyuluhan
Kehutanan. Jakarta
Sitorus, 2000. Pengembangan sumberdaya
tanah berkelanjutan. Jurusan tanah. Fakultas
pertanian. IPB. Bogor
Subagyono, K., Setiari Marwanto, dan Undang Kurnia.
2003. Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetatif. Balai Penelitian Tanah Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta
Rafi’i, S.1985. Ilmu Tanah. Penerbit Angkasa. Bandung
Komentar
Posting Komentar