KONSERVASI TANAH DAN AIR

                                                                                                    I.   PENDAHULUAN

 

          Ketergantungan manusia terhadap sumberdaya tanah terus meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan penduduk terhadap lingkungan tanpa memperhatikan kemampuan lingkungan.  Keadaan ini akan mendorong kemerosotan sumberdaya tanah baik mutu maupun jumlahnya.

Kerusakan sifat fisik tanah, baik yang disebabkan oleh proses erosi maupun pengolahan tanah yang intensif seringkali menjadi penyebab terjadinya penurunan produktivitas lahan. Pada dasarnya ada tiga proses penyebab erosi yaitu pelepasan (detachment) partikel tanah, pengangkutan (transportation), dan pengendapan (sedimentation). Erosi menyebabkan hilangnya tanah lapisan atas (top soil) dan unsur hara yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman.

Subagyono dkk (2003) menyebutkan bahwa erosi yang disebabkan oleh air hujan merupakan penyebab utama degradasi lahan di daerah tropis termasuk Indonesia. Tanah-tanah di daerah berlereng mempunyai resiko tererosi yang lebih besar daripada tanah di daerah datar. Selain tidak stabil akibat pengaruh kemiringan, air hujan yang jatuh akan terusmenerus memukul permukaan tanah sehingga memperbesar resiko erosi.

Lebih lanjut Subagyono dkk (2003) mengungkapkan bahwa pencegahan dengan teknik konservasi yang tepat sangat diperlukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor penyebab erosi. Teknik konservasi dibedakan menjadi tiga yaitu: (a) vegetatif; (b) mekanik; dan (c) kimia. Teknik mekanik umumnya mahal, sehingga teknik vegetatif berpotensi untuk lebih diterima oleh masyarakat karena mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan teknik konservasi tanah lainnya, antara lain karena penerapannya relatif mudah, biaya yang dibutuhkan relatif murah, mampu menyediakan tambahan hara bagi tanaman, menghasilkan hijauan pakan ternak, kayu, buah maupun hasil tanaman lainnya.


 

                                                                                        II.       KONSERVASI TANAH


2.1.      Definisi

          Istilah tanah sering disama artikan dengan lahan. Tanah menurut Arsyad (2000) merupakan suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair dan gas dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik. Sitorus (2000) juga menyebutkan bahwa tanah merupakan suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan dan sebagai hasil kerja faktor iklim dan jasad hidup (organisme) terhadap bahan induk yang dipengaruhi oleh keadaan topografi dalam jangka waktu tertentu.

          Lahan merupakan lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan tanah (Sitorus, 2000). Lahan sendiri menurut Rafi’i (1985) merupakan permukaan daratan dengan benda-benda padat, cair bahkan gas. Berdasarkan definisi dari tanah dan lahan dapat disimpulkan bahwa tanah berbeda dengan lahan, karena tanah merupakan bagian dari lahan.

          Konservasi tanah secara luas berarti penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah, sedangkan dalam arti sempit, sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi (Arsyad, 2006). Konservasi tanah bertujuan untuk  meningkatkan produktivitas lahan secara maksimal, memperbaiki lahan yang rusak/kritis, dan melakukan upaya pencegahan kerusakan

tanah akibat erosi.

 

2.2.      Teknik Konservasi Tanah

Teknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butirbutir hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara terhanyut (Agus et al. dalam Subagyono dkk, 2003). Lebih lanjut Subagyono dkk (2003) menyebutkan bahwa terdapat tiga teknik konservasi tanah yaitu:

a.     Teknik konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi.

b.     Teknik konservasi tanah secara mekanis atau disebut juga sipil teknis adalah upaya menciptakan fisik lahan atau merekayasa bidang olah lahan pertanian hingga sesuai dengan prinsip konservasi tanah sekaligus konservasi air. Teknik ini meliputi: guludan, pembuatan teras gulud, teras bangku, teras individu, teras kredit, pematang kontur, teras kebun, barisan batu, dan teras batu. Khusus untuk tujuan pemanenan air, teknik konservasi secara mekanis meliputi pembuatan bangunan resapan air, rorak, dan embung (Agus et al. dalam Subagyono dkk, 2003).

c.     Teknik konservasi tanah secara kimiawi adalah setiap penggunaan bahan-bahan kimia baik organik maupun anorganik, yang bertujuan untuk memperbaiki sifat tanah dan menekan laju erosi. Teknik ini jarang digunakan petani terutama karena keterbatasan modal, sulit pengadaannya serta hasilnya tidak jauh beda dengan penggunaan bahan-bahan alami. Bahan kimiawi yang termasuk dalam kategori ini adalah pembenah tanah (soil conditioner) seperti polyvinil alcohol (PVA), urethanised (PVAu), sodium polyacrylate (SPA), polyacrilamide (PAM), vinylacetate maleic acid (VAMA) copolymer, polyurethane, polybutadiene (BUT), polysiloxane, natural rubber latex, dan asphalt (bitumen). Bahan-bahan ini diaplikasikan ke tanah dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah melalui peningkatan stabilitas agregat tanah, sehingga tahan terhadap erosi.

 


                                                          III.       KONSERVASI TANAH SECARA VEGETATIF


A.    Pengertian

Metode vegetatif yaitu metode konservasi tanah dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti tanaman penutup tanah, tanaman penguat teras, penanaman dalam strip, pergiliran tanaman, serta penggunaan pupuk organik dan mulsa. Arsyad (2006) menyebutkan bahwa konservasi tanah secara vegetatif merupakan penggunaan tanaman atau bagian-bagian tanaman atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butir hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi erosi tanah.

Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah, penutupan lahan oleh seresah dan tajuk yang akan mengurangi evaporasi dan dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi. Efektivitas tanaman dalam mengurangi erosi dan aliran permukaan dipengaruhi oleh tinggi tanaman dan kontiniutas daun, kepadatan tanaman, dan sistem perakaran tanaman.

 

B.    Jenis-jenis Konservasi Tanah Secara Vegetatif

1.     Penghutanan Kembali (reforestation)

Penghutanan kembali (reforestation) secara umum dimaksudkan untuk mengembalikan dan memperbaiki kondisi ekologi dan hidrologi suatu wilayah dengan tanaman pohon-pohonan. Penghutanan kembali juga berpotensi untuk peningkatan kadar bahan organik tanah dari serasah yang jauh di permukaan tanah dan sangat mendukung kesuburan tanah. Penghutanan kembali biasanya dilakukan pada lahan-lahan kritis yang diakibatkan oleh bencana alam misalnya kebakaran, erosi, abrasi, tanah longsor, dan aktivitas manusia seperti pertambangan, perladangan berpindah, dan penebangan hutan.

Penghutanan kembali dengan maksud untuk mengembalikan fungsi tata air, efektif dilakukan pada lahan dengan kedalaman tanah >3 m. Tanah dengan kedalaman <3 m mempunyai aliran permukaan yang cukup tinggi karena keterbatasan kapasitas tanah dalam menyimpan air (Agus et al. dalam Subagyono dkk, 2003). Departemen Kehutanan (2004) menyebutkan tentang beberapa persyaratan tanaman untuk penghutanan kembali, yaitu:

*      Perakaran

Mempunyai perakaran yang dalam, akar serabut panjang dan rapat, sehingga merupakan sistem perakaran intensif

*      Pertumbuhan

Mempunyai pertumbuhan cepat, sehingga dapat menutup tanah dengan cepat dan mengurangi bahaya erosi yang terjadi, bersifat pionir dalam artian tidak banyak meminta syarat dari tanah dan kemampuan memperbaiki tanah

*      Evapotranspirasi

Untuk daerah dengan curah hujan yang tinggi dipilih jenis-jenis yang mempunyai sifat evapotranspirasi yang besar, sedangkan untuk daerah dengan curah hujan lebih rendah dipilih jenis-jenis dengan sifat evapotranspirasi sedang atau kecil

*      Ekonomi

Diusahakan jenis-jenis yang mempunyai prospek ekonomi di kemudian hari

*      Penyuburan tanah

Untuk mempertahankan dan mengembangkan kondisi tanah dipilih jenis-jenis yang dapat meningkatkan/memperbaiki kesuburan tanah secara langsung atau tidak langsung

 

2.     Wanatani (agroforestry)

Wanatani (agroforestry) adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah yang menggabungkan antara tanaman pohonpohonan, atau tanaman tahunan dengan tanaman komoditas lain yang ditanam secara bersama-sama ataupun bergantian.

Penggunaan tanaman tahunan mampu mengurangi erosi lebih baik daripada tanaman komoditas pertanian khususnya tanaman semusim. Tanaman tahunan mempunyai luas penutupan daun yang relatif lebih besar dalam menahan energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam bentuk aliran batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall) tidak menghasilkan dampak erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman semusim mampu memberikan efek penutupan dan perlindungan tanah yang baik dari butiran hujan yang mempunyai energi perusak. Penggabungan keduanya diharapkan dapat memberi keuntungan ganda baik dari tanaman tahunan maupun dari tanaman semusim.

Tanaman semusim memerlukan pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman yang lebih intensif dibandingkan dengan tanaman tahunan. Pengolahan tanah pada tanaman semusim biasanya dilakukan dengan cara mencangkul, mengaduk tanah, maupun cara lain yang mengakibatkan hancurnya agregat tanah, sehingga tanah mudah tererosi. Semakin besar kelerengan suatu lahan, maka risiko erosi akibat pengolahan tanah juga semakin besar. Penanaman tanaman tahunan tidak memerlukan pengolahan tanah secara intensif. Perakaran yang dalam dan penutupan tanah yang rapat mampu melindungi tanah dari erosi.

Tanaman tahunan yang dipilih sebaiknya dari jenis yang dapat memberikan nilai tambah bagi petani dari hasil buah maupunkayunya. Selain dapat menghasilkan keuntungan dengan lebih cepat dan lebih besar, wanatani ini juga merupakan sistem yang sangat baik dalam mencegah erosi tanah. Pada Gambar 1 disajikan hubungan proporsi tanaman tahunan dan semusim yang ideal pada lereng yang berbeda pada sistem wanatani. Secara umum proporsi tanaman tahunan makin banyak pada lereng yang semakin curam demikian juga sebaliknya.


Gambar 1. Acuan umum proporsi tanaman pada kemiringan lahan

yang berbeda (P3HTA dalam Subagyono dkk, 2003)

 

3.     Pertanaman Sela

Pertanaman sela adalah pertanaman campuran antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim. Sistem ini banyak dijumpai di daerah hutan atau kebun yang dekat dengan lokasi permukiman. Pertanaman sela bertujuan untuk meningkatkan intersepsi dan intensitas penutupan permukaan tanah terhadap terpaan butir-butir air hujan secara langsung sehingga memperkecil risiko tererosi.

Di beberapa wilayah hutan jati daerah Jawa Tengah, ketika pohon jati masih pendek dan belum terbentuk kanopi, sebagian lahannya ditanami dengan tanaman semusim berupa jagung, padi gogo, kedelai, kacang-kacangan, dan empon-empon seperti jahe (Zingiber officinale), temulawak (Curcuma xanthorrizha), kencur (Kaemtoria galanga), kunir (Curcuma longa), dan laos (Alpinia galanga). Pilihan teknik konservasi ini sangat baik untuk diterapkan oleh petani karena mampu memberikan nilai tambah bagi petani, mempertinggi intensitas penutupan lahan, membantu perawatan tanaman tahunan dan melindungi dari erosi.

Penanaman tanaman semusim bisa berkali-kali tergantung dari pertumbuhan tanaman tahunan. Sebagai tanaman pupuk hijau sebaiknya dipilih dari tanaman legum seperti Leucaena leucocephala, Glyricidia sepium, Cajanus cajan, Tephrosia candida, dan lain sebagainya. Jarak antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan secara periodik dilebarkan (lahan tanaman semusim semakin sempit) dengan maksud untuk mencegah kompetisi hara, pengaruh allelopati dari tanaman tahunan, dan kontak penyakit.


Gambar 2. Pertanaman sela antara kaliandra dan jagung


4.     Pertanaman Lorong

Sistem pertanaman lorong atau alley cropping adalah suatu sistem dimana tanaman pagar pengontrol erosi berupa barisan tanaman yang ditanam rapat mengikuti garis kontur, sehingga membentuk lorong-lorong dan tanaman semusim berada di antara tanaman pagar tersebut. Barisan tanaman pagar yang rapat diharapkan dapat menahan aliran permukaan serta erosi yang terjadi pada areal tanaman budidaya, sedangkan akarnya yang dalam dapat menyerap unsur hara dari lapisan tanah yang lebih dalam untuk kemudian dikembalikan ke permukaan melalui pengembalian sisa tanaman hasil pangkasan tanaman pagar.

                                            Gambar 3. Pertanaman Lorong


5.     Talun Hutan Rakyat

Talun adalah lahan di luar wilayah permukiman penduduk yang ditanami tanaman tahunan yang dapat diambil kayu maupun buahnya. Sistem ini tidak memerlukan perawatan intensif dan hanya dibiarkan begitu saja sampai saatnya panen. Karena tumbuh sendiri secara spontan, maka jarak tanam sering tidak seragam, jenis tanaman sangat beragam dan kondisi umum lahan seperti hutan alami. Ditinjau dari segi konservasi tanah, talun hutan rakyat dengan kanopi yang rapat dapat mencegah erosi secara maksimal juga secara umum mempunyai fungsi seperti hutan.


6.     Kebun Campuran

Berbeda dengan talun hutan rakyat, kebun campuran lebih banyak dirawat. Tanaman yang ditanam adalah tanaman tahunan yang dimanfaatkan hasil buah, daun, dan kayunya. Kadang-kadang juga ditanam dengan tanaman semusim. Apabila proporsi tanaman semusim lebih besar daripada tanaman tahunan, maka lahan tersebut disebut tegalan. Kebun campuran ini mampu mencegah erosi dengan baik karena kondisi penutupan tanah yang rapat sehingga butiran air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah. Kerapatan tanaman juga mampu mengurangi laju aliran permukaan. Hasil tanaman lain di luar tanaman semusim mampu mengurangi risiko akibat gagal panen dan meningkatkan nilai tambah bagi petani.

 

7.     Pekarangan

Pekarangan adalah kebun di sekitar rumah dengan berbagai jenis tanaman baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Lahan tersebut mempunyai manfaat tambahan bagi keluarga petani, dan secara umum merupakan gambaran kemampuan suatu keluarga dalam mendayagunakan potensi lahan secara optimal. Tanaman yang umumnya ditanam di lahan pekarangan petani adalah ubi kayu, sayuran, tanaman buah-buahan seperti tomat, pepaya, tanaman obat-obatan seperti kunyit, temulawak, dan tanaman lain yang umumnya bersifat subsisten.


 

8.     Tanaman Pelindung

Tanaman pelindung adalah tanaman tahunan yang ditanam di sela-sela tanaman pokok tahunan. Tanaman pelindung ini dimaksudkan untuk mengurangi intensitas penyinaran matahari, dan dapat melindungi tanaman pokok dari bahaya erosi terutama ketika tanaman pokok masih muda. Tajuk tanaman yang bertingkat menyebabkan sistem ini menyerupai hutan, yang mana hanya sebagian kecil air yanglangsung me nerpa permukaan tanah. Produksi serasah yang banyak juga menjadi keuntungan tersendiri dari sistem ini.


 

9.     Silvipastura

Sistem silvipastura sebenarnya adalah bentuk lain dari sistem tumpang sari, tetapi yang ditanam di sela-sela tanaman tahunan bukan tanaman pangan melainkan tanaman pakan ternak seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja (Penniseitum purpoides), dan lain-lain. Silvipastura umumnya berkembang di daerah yang mempunyai banyak hewan ruminansia. Hasil kotoran hewan ternak tersebut dapat dipergunakan sebagai pupuk kandang, sementara hasil hijauannya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Sistem ini dapat dipakai untuk mengembangkan peternakan sebagai komoditas unggulan di suatu daerah.

  

10.     Pagar Hidup

Pagar hidup adalah sistem pertanaman yang memanfaatkan tanaman sebagai pagar untuk melindungi tanaman pokok. Manfaat tanaman pagar antara lain adalah melindungi lahan dari bahaya erosi baik erosi air maupun angin. Tanaman pagar sebaiknya tanaman yang mempunyai akar dalam dan kuat, menghasilkan nilai tambah bagi petani baik dari hijauan, buah maupun dari kayu bakarnya.

                                                 Gambar 4. Pagar Hidup


11.     Strip Rumput

Teknik konservasi dengan strip rumput (grass strip) biasanya menggunakan rumput yang didatangkan dari luar areal lahan, yang dikelola dan sengaja ditanam secara strip menurut garis kontur untuk mengurangi aliran permukaan dan sebagai sumber pakan ternak. Strip rumput dibuat mengikuti kontur dengan lebar strip 0,5 meter atau lebih. Semakin lebar strip semakin efektif mengendalikan erosi. Sistem ini dapat diintegrasikan dengan ternak. Penanaman rumput pakan ternak di dalam jalur strip. Penanaman dilakukan menurut garis kontur dengan letak penanaman dibuat selang seling agar rumput dapat tumbuh baik dan usahakan penanaman dilakukan pada awal musim hujan. Selain itu tempat jalur rumput sebaiknya di tengah antara barisan tanaman pokok.



Gambar 5. Strip rumput gajah (Pennisetum purpureum)                                 sebagai tanaman penguat

 

12.    Mulsa

Mulsa adalah bahan-bahan (sisa tanaman, serasah, sampah, plastik atau bahan-bahan lain) yang disebar atau menutup permukaan tanah untuk melindungi tanah dari kehilangan air melalui evaporasi.  Mulsa juga dapat dimanfaatkan untuk melindungi permukan tanah dari pukulan langsung butiran hujan sehingga mengurangi terjadinya erosi percik (splash erosion), selain mengurangi laju dan volume limpasan permukaan (Suwardjo dalam Subagyono dkk, 2003). Bahan mulsa yang sudah melapuk akan menambah kandungan bahan organik tanah dan hara. Mulsa mampu menjaga stabilitas suhu tanah pada kondisi yang baik untuk aktivitas mikroorganisma.  Secara umum mulsa berperan dalam perbaikan sifat fisik tanah. Pemanfaatan mulsa di lahan pertanian juga dimaksudkan untuk menekan pertumbuhan gulma.

 

                                                    Gambar 6. Mulsa jerami


13.    Sistem Penanaman Menurut Strip

Penanaman menurut strip (strip cropping) adalah sistem pertanaman, dimana dalam satu bidang lahan ditanami tanaman dengan jarak tanam tertentu dan berselang-seling dengan jenis tanaman lainnya searah kontur. Misalnya penanaman jagung dalam satu strip searah kontur dengan lebar strip 3-5 m atau 5-10 m tergantung kemiringan lahan, di lereng bawahnya ditanam kacang tanah dengan sistem sama dengan penanaman jagung, strip rumput atau tanaman penutup tanah yang lain.

Sistem ini biasa diterapkan di daerah dengan topografi berbukit sampai bergunung dan biasanya dikombinasikan dengan teknik konservasi lain seperti tanaman pagar, saluran pembuangan air, dan lain-lain. Penanaman menurut strip merupakan usaha pengaturan tanaman sehingga tidak memerlukan modal yang besar.

 



                                   Gambar 8. Pertanaman menurut strip

 

14.    Tanaman Penutup Tanah


Tanaman penutup tanah (cover crop) adalah tanaman yang biasa ditanam pada lahan kering dan dapat menutup seluruh permukaan tanah. Tanaman yang dipilih sebagai tanaman penutup tanah umumnya tanaman semusim/tahunan dari jenis legum yang mampu tumbuh dengan cepat, tahan kekeringan, dapat memperbaiki sifat tanah (fisik, kimia, dan biologi) dan menghasilkan umbi, buah, dan daun. Tanaman penutup tanah dimaksudkan untuk menambah penghasilan petani dari hasil panennya, selain itu juga untuk memperbaiki sifat tanah karena mampu menambat N dari udara dan sisa tanamannya dapat dijadikan sumber bahan organik.

                                    Gambar 9. Tanamanpenutup tanah


15.     Penerapan Pola Tanam

Pola tanam adalah sistem pengaturan waktu tanam dan jenis tanaman sesuai dengan iklim, kesesuaian tanah dengan jenis tanaman, luas lahan, ketersediaan tenaga, modal, dan pemasaran. Pola tanam berfungsi meningkatkan intensitas penutupan tanah dan mengurangi terjadinya erosi. Pemilihan pola tanam yang tepat dapat meningkatkan keuntungan bagi petani dan meningkatkan penutupan tanah sehingga erosi dapat dikurangi.


16.     Pergiliran Tanaman

Pergiliran tanaman (crop rotation) adalah sistem bercocok tanam dimana sebidang lahan ditanami dengan beberapa jenis tanaman secara bergantian. Tujuan utama dari sistem ini adalah untuk memutuskan siklus hama dan penyakit tanaman dan untuk meragamkan hasil tanaman. Pergantian tanaman ada yang dilakukan secara intensif dimana setelah panen tanaman pertama kemudian langsung ditanami tanaman kedua dan ada pula yang dibatasi periode bera. Daerah yang memiliki musim kering (MK) <4 bulan sangat baik untuk menerapkan sistem ini.

Dari segi konservasi tanah, pergiliran tanaman memberikan peluang untuk mempertahankan penutupan tanah, karena tanaman kedua ditanam setelah tanaman pertama dipanen. Demikian seterusnya, sehingga sepanjang tahun intensitas penutupan tanah senantiasa dipertahankan. Kondisi ini akan mengurangi risiko tanah

tererosi akibat terpaan butir-butir air hujan dan aliran permukaan.


17.     Tumpang sari

Tumpang sari (intercropping) adalah sistem bercocok tanam dengan menggunakan dua atau lebih jenis tanaman yang ditanam serentak/bersamaan pada sebidang tanah. Sistem tumpang sari sebagian besar dikelola pada pertanian lahan kering yang hanya menggantungkan air hujan sebagai sumber air utama. Sistem tumpang sari adalah salah satu usaha konservasi tanah yang efektif dalam memanfaatkan luas lahan.

Tanaman yang ditanam dapat berupa jagung dengan kacang tanah, jagung dengan kedelai, dan sebagainya. Tanaman tersebut dapat berupa tanaman penambat nitrogen, berperakaran dalam maupun dangkal yang pada prinsipnya saling menguntungkan.

Hasil ganda yang diperoleh dalam satu luasan lahan dapat meningkatkan pendapatan petani. Setelah tanaman dalam tumpang sari tersebut dipanen sebaiknya tanah langsung ditanami dengan tanaman pangan lain ataupun tanaman penutup tanah yang mampu tumbuh cepat untuk melindungi tanah, sehingga erosi dapat dikurangi.


                                               IV.        MANFAAT KONSERVASI TANAH SECARA VEGETATIF

Konservasi tanah secara vegetatif merupakan segala bentuk pemanfaatan tanaman ataupun sisa-sisa tanaman untuk mengurangi erosi. Manfaat konservasi tanah secara vegetatif yaitu:

1.     Tanaman ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta meningkatkan peresapan air ke dalam tanah.

2.     Kanopi berfungsi menahan laju butiran air hujan dan mengurangi tenaga kinetik butiran air dan pelepasan partikel tanah sehingga pukulan butiran air dapat dikurangi.

3.     Batang tanaman juga menjadi penahan erosi air hujan dengan cara merembeskan aliran air dari tajuk melewati batang (stemflow) menuju permukaan tanah sehingga energi kinetiknya jauh berkurang. Batang juga berfungsi memecah dan menahan laju aliran permukaan.

4.     perakaran mampu memperbaiki kondisi sifat tanah yang disebabkan oleh penetrasi akar ke dalam tanah, menciptakan habitat yang baik bagi organisme dalam tanah, sebagai sumber bahan organik bagi tanah dan memperkuat daya cengkeram terhadap tanah. Perakaran tanaman juga membantu mengurangi air tanah yang jenuh oleh air hujan, memantapkan agregasi tanah sehingga lebih mendukung pertumbuhan tanaman dan mencegah erosi, sehingga tanah tidak mudah hanyut akibat aliran permukaan, meningkatkan infiltrasi, dan kapasitas memegang air.

 

                                                                                                      V.        KESIMPULAN

1.       Konservasi tanah secara vegetatif mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan teknik konservasi tanah secara mekanis maupun kimia, antara lain karena penerapannya relatif mudah, biaya yang dibutuhkan relatif murah, mampu menyediakan tambahan hara bagi tanaman, menghasilkan hijauan pakan ternak, kayu, buah maupun hasil tanaman lainnya.

2.       Tidak semua teknik konservasi akan diterapkan oleh petani di lahannya. Petani akan menerapkan teknik konservasi sesuai dengan kemampuan dan kemauan petani itu sendiri serta dengan mempertimbangkan lingkungan, iklim, kemampuan modal, pemasaran, kemudahan dalam mendapatkan bahan tanaman, dan keuntungannya.




 Mengesahkan,                                           Watansoppeng,   Juli 2022                                                                                                                                               Kepala UPT KPH Walanae                                           Penyusun,

 

 

 

ADIL WELLO, S.Hut.,M.H                                      MARIANA, S.Hut

NIP. 19760525 200502 1 002                         NIP. 19690719 200604 2 012

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Ketiga. IPB Press. Bogor

 

                   2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

 

Departemen Kehutanan, 2004. Buku Pintar Penyuluhan Kehutanan. Edisi Ketiga. Sekretariat Jenderal Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan. Jakarta

 

Sitorus, 2000. Pengembangan sumberdaya tanah berkelanjutan. Jurusan tanah.  Fakultas pertanian. IPB. Bogor

 

Subagyono, K., Setiari Marwanto, dan Undang Kurnia. 2003. Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetatif. Balai Penelitian Tanah Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta

 

Rafi’i, S.1985. Ilmu Tanah. Penerbit Angkasa. Bandung

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGI TANAMAN PRIMADONA DI KABUPATEN SOPPENG

MANFAAT TANAMAN PANGI