PERHUTANAN SOSIAL UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT
PERHUTANAN SOSIAL
UNTUK
KESEJAHTERAAN RAKYAT
Oleh,
Mariana, S.Hut
Perhutanan Sosial
Perhutanan Sosial merupakan salah satu kebijakan strategis Pemerintah Kabinet Kerja - Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk pengentasan kemiskinan, khususnya bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan. Pemerintah dalam RPJMN 2015 – 2019 mencanangkan ± 12.7 juta hektar kawasan hutan dapat diakses secara legal oleh masyarakat melalui Perhutanan Sosial : Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan. Prinsip dalam penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan adalah berkeadilan, berkelanjutan, kepastian hukum, partisipatif dan Bertanggung gugat.
1. Hutan Kemasyarakatan (HKm)
Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya, ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat (meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal.Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pernberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara, lestari serta memecahkan persoalan ekonorni dan sosial yang terjadi di masyarakat
Oleh sebab itu, untuk melaksanakannya digunakan prinsip:
Ø Tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan,
Ø Pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dilakukan dari kegiatan penanaman,
Ø Mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya,
Ø Menumbuh kembangkan keaneka ragaman komoditas dan jasa,
Ø Meningkatkan kesejahtaraan masyarakat yang berkelanjutan,
Ø Memerankan masyarakat sebagai pelaku utama,
Ø Adanya kepastian hukum,
Ø Transparansi dan akuntabilitas publik
Ø Partisipatif dalam pengambilan keputusan.
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh bagi masyarakat adalah sebagai berikut :
Ø Memberikan kepastian akses untuk turut mengelola kawasan hutan,
Ø Menjadi sumber mata pencarian,
Ø Ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk rumahtangga dan pertanian terjaga,
Ø Hubungan yang baik antara pemerintah dan pihak terkait lainnya.
2. Hutan Desa (HD)
Pada dasarnya, penyelenggaraan hutan desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan dan menjamin kelestarian lingkungan. Pengelolaan hutan desa berorientasi ekonomi perlu juga mempertimbangkan aspek lainnya yang merupakan satu-kesatuan tak terpisahkan. Jika prinsip ini tidak dipahami baik, maka yang akan terjadi adalah kerusakan hutan yang membawa akibat buruk pada seluruh aspek kehidupan manusia dan lingkungannya.
Hutan Desa pada prinsipnya adalah Hutan Negara yang dikelola oleh masyarakat dalam organisasi administratif pedesaan yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri. Artinya, Hutan Desa itu bermaksud untuk memberikan akses kepada masyarakat setempat melalui lembaga desa dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari dengan harapan sebagai tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan. Semua aturan atau kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah pusat terkait pengelolaan sektor kehutanan tentu berdasarkan pengalaman-pengalaman masa lampau.
penyelenggaraan hutan desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan dan menjamin kelestarian lingkungan. Karena itu pelaku utama hutan desa adalah Lembaga Desa yang dalam hal ini lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa (Perdes) secara fungsional berada dalam organisasi desa dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa dan diarahkan menjadi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
3. Hutan Adat (HA)
Hutan adat adalah
kawasan hutan yang berada di dalam wilayah adat yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari siklus kehidupan komunitas adat penghuninya. Pada
umumnya komunitas-komunitas masyarakat adat penghuni hutan di Indonesia
memandang bahwa manusia adalah bagian dari alam yang harus saling memelihara
dan menjaga keseimbangan dan harmoni. Penghancuran pranata-pranata adat dalam
pengelolaan hutan adat secara sistematis lewat berbagai kebijakan dan hukum
yang dikeluarkan Rejim.
Pemerintahan Orde Baru selama lebih dari 3 dasawarsa tidak sepenuhnya berhasil. Banyak studi yang telah membuktikan bahwa sebagian besar masyarakat adat di Indonesia masih memiliki kearifan adat dalam pengelolaan sumberdaya alam.
Masyarakat adat sudah terbukti mampu menyangga kehidupan dan keselamatan mereka sendiri sebagai komunitas dan sekaligus menyangga layanan sosio-ekologis alam untuk kebutuhan seluruh mahluk. Dengan pranata sosial yang bersahabat dengan alam, masyarakat adat memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan rehabilitasi dan memulihkan kerusakan hutan di areal-areal bekas konsesi HPH dan lahan-lahan hutan kritis (community-based reforestation and rehabilitation) dengan pohon-pohon jenis asli komersial.
Masyarakat adat memiliki motivasi yang kuat dan mendapatkan insentif yang paling bernilai untuk melindungi hutan dibandingkan pihak - pihak lain karena menyangkut keberlanjutan kehidupan mereka.
Masyarakat adat memiliki pengetahuan asli bagaimana memelihara dan memanfaatkan sumberdaya hutan yang ada di dalam habitat mereka. Masyarakat adat memiliki hukum adat untuk ditegakkan. Masyarakat adat memiliki kelembagaan adat yang mengatur interaksi harmonis antara mereka dengan ekosistem hutannya.
4. Hutan Tanaman Rakyat.
HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Merujuk pengertian ini sasaran dari pembanguan HTR adalah masyarakat yang berada di dalam dan atau di sekitar hutan, masyarakat disini terdiri dari perorangan atau kelompok masyarakat yang dapat diberikan ijin pengelolaan hutan, kemudian kawasan hutan yang dapat menjadi sasaran lokasi HTR adalah kawasan hutan produksi yang tidak produktif, tidak dibebani izin/hak lain, letaknya diutamakan dekat dengan industri hasil hutan dan telah ditetapkan pencadangannya oleh Menteri Kehutanan. Dalam pengembangannya, Hutan Tanaman Rakyat ini kedepan akan menggunakan 3 pola, yakni :
1. HTR Pola Mandiri, adalah HTR yang dibangun oleh Kepala Keluarga pemegang IUPHHK – HTR.
2. HTR Pola Kemitraan, adalah HTR yang dibangun oleh Kepala Keluarga pemegang IUPHHK – HTR bersama dengan mitranya berdasarkan kesepakatan bersama dengan difasilitasi oleh pemerintah agar terselenggara kemitraan yang menguntungkan kedua pihak.
3. HTR Pola Developer, adalah HTR yang dibangun oleh BUMN atau BUMS dan selanjutnya diserahkan oleh Pemerintah kepada Kepala Keluarga pemohon IUPHHK-HTR dan biaya pembangunannya menjadi tanggung jawab pemegang ijin dan dikembalikan secara mengangsur sejak Surat Keputusan IUPHHKHTR diterbitkan.
Pembangunan HTR ini diharapkan ke depan mampu meningkatkan kontribusi kehutanan terhadap pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran dan pengentasan kemiskinan sehingga diperlukan kerangka acuan dalam pengembangannya agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam implementasinya di lapangan. Adapun tahapan-tahapan dalam pembangunan HTR selanjutnya diatur pula mekanisme penetapan pencadangan lokasi HTR dan prosedur perijinan HTR.
5. Kesimpulan
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa, Perhutanan Sosial merupakan sebuah program Pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan melalui peningkatkan kesejahtaraan petani yang ada dikawasan hutan atau disekitar kawasan hutan yang menggantungkan hidupnya pada keberadaan hutan tersebut.
Perhutanan sosial memberikan akses yang luas kepada masyarakat agar bisa memanfaatkan hutan demi memenuhi kebutuhan hidupnya, sekaligus memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan kehutanan sehingga masyarakat sejahtera dan hutan yang lestari akan terwujud.
Komentar
Posting Komentar